A. Sejarah Hubungan Internasional.
Berdasarkan sudut pandangnya, sejarah hubungan internasional dibedakan menjadi dua yaitu:
* Hubungan Internasional sebagai Fenomena
Sebagai sebuah fenomena, hubungan internasional dikisahkan oleh seorang pemikir Hubungan Internasinal (HI) berawal dari kisah persaingan sengit dua Negara besar pada masa yunani kuno yaitu Sparta dan Athena. Thucydides adalah sejarawan dan penulis dari Alimos. Karyanya adalah Sejarah Perang Peloponnesos yang menguraikan antara perang Sparta dan Athena pada tahun 411 SM. Thukidides disebut sebagai bapak "sejarah ilmiah" karena standarnya yang ketat dalam mengumpulkan bukti serta analisisnya dalam hal sebab akibat tanpa rujukan mengenai campur tangan para dewa, seperti disebutkan dalam pengantar pada karyanya. Diceritakan sejak saat perang itulah Negara Negara kecil yang terus terusan diteror oleh dua negera besar tersebut memikirkan mengenai kedaulatan Negara.
Dia juga disebut bapak sekolah realisme politik, yag melihat hubungan antabangsa berdasarkan siapa yang kuat, kettimbang siapa yang benar. Karyanya dipelajari di perguruan tinggi militer di seluruh dunia, dan dialog Melia tetap menjadi karya seminal dalam teori hubungan internasional.
Secara lebih umum, Thukidides menunjukkan ketertarikan dalam mengembangkan pemahaman manusia untuk menjelaskan perilaku dalam krisis, misalnya dalam wabah, pembantaian dan perang saudara.
Selain kisah diatas, cikal bakal munculnya kedaulatan Negara adalah perjanjian Westpalia. Perjanjian Damai Westphalia terdiri dari dua perjanjian yang ditandatangani di dua kota di wilayah Westphalia, yaitu di Osnabrück (15 Mei 1648) dan di Münster (24 Oktober 1648). Kedua perjanjian ini mengakhiri Perang 30 Tahun (1618-1648) yang berlangsung di Kekaisaran Suci Romawi dan Perang 80 Tahun (1568-1648) antara Spanyol dan Belanda. Perdamaian Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah Hukum Internasional modern, bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa Hukum Internasional modern yang didasarkan atas negara-negara nasional.
Sekitar abad pertengahan, Eropa dilanda peperangan yang cukup dahsyat yang melibatkan kaum Katolik dan Protestan. Perang tersebut berlangsung selama kurang lebih tiga puluh tahun dimulai tahun 1618 hingga 1648. Perang tersebut juga merupakan hasil dari pertentangan kedua belah pihak yang dimulai oleh Reformasi Protestan sampai pada kontra Reformasi Katolik. Di samping aspek agama ternyata juga terdapat persaingan dinasti Hapsbruk dan Boubron hingga pada akhirnya tercapai Perjanjian Westphalia.
Sebelum munculnya Perjanjian Westphalia, keadaan Eropa diisi oleh berbagai konflik yang melibatkan kekuatan-kekuatan besar kala itu. Kekuatan-kekuatan tersebut merupakan kerajaan-kerajaan yang masing-masing memiliki kuasa yang terlibat konflik bersenjata dengan berbagai alasan. Konflik tersebut awalnya dipicu oleh upaya pembunuhan atas Raja Bohemia pada tahun 1618, yang akhirnya menjadi Kaisar Romawi Suci, Ferdinand II. Setelah menjabat sebagai Kaisar Romawi Suci, Ferdinand II menerapkan nilai-nilai Katolik di setiap penjuru kerajaannya. Hal tersebut membuat kaum Protestan memberontak. Pemberontakan itu kemudian membawa Eropa ke dalam pergolakan perang.
Perang tersebut menghancurkan sebagian besar wilayah Eropa, terutama Jerman. Di wilayah tersebut, para kelompok bersenjata yang tidak diberikan upah mengobrak-abrik dan menjarah banyak kota, desa, serta pertanian. Dengan terjadinya kehancuran, korban tewas berjatuhan dengan jumlah besar, timbulnya wabah kelaparan dan penyakit, maka muncullah Perjanjian Westphalia sebagai akhir dari perang tiga puluh tahun yang menjadi pembawa masa kelam di Eropa.
Sebelum itu, organisasi-organisasi yang memiliki otoritas politik di abad pertengahan di Eropa didasarkan pada tatanan hierarki yang tidak jelas. Westphalia membentuk konsep legal tentang kedaulatan, yang pada dasarnya berarti bahwa para penguasa, atau kedaulatan-kedaulatan yang sah tidak akan mengakui pihak-pihak lain yang memiliki kedudukan yang sama secara internal dalam batas-batas kedaulatan wilayah yang sama. Perjanjian ini merupakan titik awal dari dikembangkannya sistem negara modern.
Selain berakhirnya perang 30 tahun antara kaum Katolik dan Protestan, Perjanjian Westphalia juga secara resmi mengakui kedaulatan Belanda dan Konfederasi Swiss. Perjanjian Westphalia melibatkan Kaisar Romawi Suci Ferdinand II beserta Kerajaan dari Spanyol, Prancis, Swedia, Belanda, dan sejumlah penguasa wilayah lain di Eropa. Selain mengakhiri perang tiga puluh tahun di Eropa, Perjanjian Westphalia juga meneguhkan perubahan dalam peta politik dunia. Selain itu, perjanjian ini juga mengakhiri upaya untuk menegakkan imperium Romawi Suci yang selama ini memiliki pengaruh kuat atas negara-negara di dunia terutama di Eropa. Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing. Sebelumnya gereja memiliki kekuatan atas hubungan antar-negara, dan Perjanjian Westphalia mengakhiri itu semua. Kemerdekaan negara Belanda, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman juga diakui dalam Perjanjian Westphalia.
Setelah munculnya Perjanjian Westphalia, susunan masyarakat internasional yang baru didasarkan atas negara-negara nasional dan tidak lagi berdasarkan pada kerajaan-kerajaan. Selain itu susunan masyarakat internasional juga didasarkan pada hakekat negara tersebut bersama dengan pemerintahannya, yakni memisahkan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja. Perjanjian Westphalia yang meletakkan dasar bagi bentuk dan hakekat tersebut dalam susunan masyarakat internasional yang baru.
Sebagai konsekuensi atas kemunculan Perjanjian Westphalia, Kekaisaran Romawi Suci mengalami perpecahan. Swedia mengambil kendali wilayah Baltik, kemerdekaan Belanda dari Spanyol diakui secara penuh, dan Prancis muncul sebagai kekuatan baru. Perjanjian Westphalia tidak lantas membuat Eropa berhenti berperang. Prancis dan Spanyol tetap berkonflik selama sebelas tahun berikut hingga muncul Traktat Pyrenees pada 1659.
* Hubungan Internasional sebagai Disiplin Ilmu
Sebegai sebuah disiplin ilmu sejarah hubungan Internasional berawal pasca perang dunia I. dampak buruk perang yang berskala global memaksa para pemikir untuk mencari solusi dari permasalahan perang dan meminimalisir dampak dan kemungkinan terjadinya perang. Peristiwa peristiwa penting yang menandai cikal bakal HI sebagai sebuah disiplin ilmu diantaranya :
· Dibentuknya Liga Bangsa Bangsa
Terbentuknya Liga Bangsa-Bangsa Usaha-usaha untuk menciptakan perdamaian selalu muncul setelah berakhirnya sebuah konflik atau pun sebuah peperangan. Setiap manusia baru menyadari betapa dahsyatnya dampak dari perang setelah mengalami kengrian dari perang yang terjadi dan setiap mata menyaksikan betapa merugikannya perang yang telah terjadi. Beberapa upaya perdamaian telah dilakukan oleh tokoh-tokoh dunia, salah satunya adalah pemikiran Woodrow Wilson, Presiden Amerika Serikat dari 1913-1921. Sebelum Amerika Serikat terlibat dalam kancah Perang Dunia I, Woodrow Wilson telah mengajukan usul untuk mengakhiri perang dan menjamin adanya perdamaian. Usulan Woodrow Wilson ini dikenal dengan nama Peace Without Victory. Isi dari usulan tersebut antara lain:
· Tidak diperbolehkan adanya perjanjian-perjanjian rahasia
· Semua bangsa memiliki kedudukan yang sama
· Melakukan pengurangan perlombaan senjata
Usulan Woodrow Wilson ini kemudian di deklarasikan dengan nama 14 Pasal Wilson (Wilson’s Fourteen Point) pada 8 Januari 1918 dan menjadi tujuan Amerika Serikat untuk sesegera mungkin menyelesaikan perang. Dari 14 pasal tersebut, isi terpentingnya adalah
· Perjanjian rahasia tidak diperbolehkan
· Pengurangan persenjatan
· Bangsa-bangsa diberikan hak untk menentukan nasib sendiri
· Pembentukan Liga Bangsa-Bangsa..
Dari empat belas pasal yang diusulkan yang dapat terlaksana hanya pembentukan Liga Bangsa-Bangsa yang didirikan pada 20 Januari 1919.. Sedangkan lainnya meskipun ada yang disetujui, namun tidak ada yang terlaksana. Liga Bangsa-Bangsa ini bertujuan antara lain
· Menjamin perdamaian dunia
· Melenyapkan perang
· Diplomasi terbuka
· Mentaati hukum dan perjanjian internasional
Dalam pelaksanaanya, Liga Bangsa-Bangsa ini memiliki badan-badan untuk menjalankan aktivitasnya. Diantara badan-badan tersebut antara lain
1. Sidang Umum, merupakan sidang dari semua anggota setahun sekali di Jenewa. Tiap negara anggota memiliki tiga orang wakil dengan satu suara. Badan ini bertugas: a. merundingkan permasalahan yang muncul dan memberi nasihat yang tidak mengikat; b. Membuat rencana keuangan untuk biaya kegiatan Liga Bangsa-Bangsa; c. Memilih hakim untuk mahkamah internasional; d. Menerima anggota baru; e. Menetapkan dan atau mengubah perjanjian internasional
2. Dewan Keamanan, memiliki 15 orang anggota yang terdiri dari wakil-wakil tetap dari negara besar (5 orang) dan wakil-wakil tidak tetap dari negara-negara kecil (10 orang) bergantian setiap 3 tahun. Adapun tugas dari dewan ini adalah: a. Menyelesaikan perselesihan-perselisihan internasional; b. Menjaga negara-negara anggota terhadap serangan negara lain; c. Pengurangan senjata; d. Melindungi dan membela Liga Bangsa-Bangsa
3. Sekretaiat Tetap, sekretariat tetap berkedudukan di Jenewa Swiss. Badan ini bertugas: a. Melayani kebutuhan Liga Bangsa-Bangsa; b. Mencatat perjanjian-perjanjian internasional
4. Organisasi-organisasi tambahan terdiri dari panitia-panitia mengenai urusan ekonomi, keuangan, teknik, kesehtan, mandat, ilmu pengetahuan dan perhubungan. Diantaranya adalah ILO (International Labour Organization) dan Mahkamah Internasional (Internasional Court of Justice)
Dalam segala hal, sifat Liga Bangsa-Bangsa adalah sukarela (keputusannya tidak mengikat anggotanya), kedaulatan suatu bangsa tidak boleh dilanggar atau dikurangi. Setiap anggota secara sukarela mentaati atau tidak mentaati semua keputusan Liga Bangsa-Bangsa. Sebagai contoh misalnya sangsi boikot terhadap suatu negara, setiap anggota dibebaskan untuk menjalankan secara sukarela apakah mendukung atau tidak, sehingga sangsi yang diberikan seperti tidak berguna. Disinilah salah satu kelemahan yang dimiliki oleh Liga Bangsa-Bangsa. Karena jika negara yang diberi sangsi itu negara yang kuat, maka negara-negara kecil umumnya tidak berani melaksanakan keputusan Liga Bangsa-Bangsa tersebut. Namun Liga Bangsa-Bangsa tetap menjalankan sifat seperti ini, sehingga Liga Bangsa-Bangsa gagal dalam menjalankan tugasnya mengawai perdamaian internasional.
Hasil-hasil perjanjian perdamaian Liga Bangsa-Bangsa antara lain
1. Protokol Jenewa (1924)
2. Perjanjian Locarno (1925)
3. Perjanjian Kellog-Briand (Perjanjian Perdamaian Paris, 1928)
Hasil-hasil Liga Bangsa-Bangsa
1. Soal kepulauan Aaland
2. Soal Wilna
3. Soal Mosul
4. Soal Manchuria
5. Soal Ethiopia
Akhir sebuah Liga Bangsa-Bangsa
Liga Bangsa-Bangsa dalam perjalanannya ternayat tidak mampu bertahan lama. Munculnya Perang Dunia II menjadi bukti kegagalan Liga Bangsa-Bangsa. Faktor yang menyebabkan hancurnya Liga Bangsa-Bangsa antara lain
· Tidak adanya peraturan yang mengikat dan semuanya dilakukan secara sukarela
· Tidak mempunyai alat kekuasaan yang nyata dalam menindak setiap negara yang melanggar
· Terlalu lemah terhadap negara-negara besar
· Adanya pergeseran tujuan dari masalah keamanan ke masalah politik.
Karena Liga Bangsa-Bangsa tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik, kemudian fungsinya digantikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation Organisation) yang didirikan pada 24 Oktober 1945.
· Didirikannya Departemen Internasional Of Study di Universitas Wales
Hubungan internasional pada mulanya bercita – cita ingin menciptakan keadaan yang lebih teratur. Pada tahun 1919, hubungan internasional mulai dilembagakan sebagai jurusan politik internasional di Universitas Wales di kota Aberystwythes. Dari sinilah perkembangan hubungan internasional mengawali perjalanannya sebagai ilmu.
Cita – cita awal dibentuknya jurusan hubungan internasional adalah untuk meniadakan perang dan berusaha menciptakan perdamaian di dunia ini. Tujuan yang idealis ini dipelopori oleh Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson setelah melihat dampak negatif dari Perang Dunia Pertama ( 1914-1918 ) bagi umat manusia, di mana perang hanyalah menghasilkan kematian dan penderitaaan baik itu bagi pihak pemenang maupun bagi pihak yang kalah perang. Menurut Wilson, cara untuk menciptakan perdamaian dan mencegah terjadinya kembali perang antarnegara besar adalah dengan membentuk kondisi dunia yang safe for democracy (Vasques, 1996). Kepercayaan Wilson dan para penstudi hubungan internasional pada saat itu akan rasionalitas manusia dan lembaga supranasional yang kemudian memuncul pendekatan yang pertama dalam Studi Hubungan Internasional yaitu idealisme. Pedekatan idealisme ini mendominasi Studi Hubungan Internasional pada periode 1920-an (R. Jackson dan G. Sorensen, 1999).
Keterkaitan Ilmu Hubungan Internasional dengan disiplin-disiplin ilmu lainnya sangat penting adanya, seperti politik, ekonomi, sejarah, hukum, filsafat, geografi, sosiologi, antropologi, psikologi, budaya, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan hubungan international berusaha menganalisis serta merumuskan kebijakan luar negeri suatu negara tertentu, yang ditujukan untuk menghasilkan kepentingan nasional yang paling positif untuk negaranya, dan pasti akan melibatkan negara yang berbeda-beda. Sehingga keterkaitan Ilmu Hubungan Internasional dengan berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial khususnya, tidak dapat dipisahkan.
Sejak berakhirnya perang dingin, studi hubungan internasional di hampir semua universitas terkemuka di dunia, termasuk Indonesia, melakukan reorientasi, redefinisi dan reformulasi keberadaan studi hubungan internasional sebagai disiplin. Meski tidak semua berhasil keluar dengan jatidiri baru meyakinkan, tak pelak beberapa perubahan mewarnai perkembangan studi hubungan internasional periode ini. Yang mencolok, bila sebelumnya studi hubungan internasional fokus semata pada persoalan politik dan keamanan, memasuki periode itu kajian-kajian hubungan internasional menjadi lebih beragam, lebih interdisipliner dan lebih “global”.
B. Tokoh- Tokoh Hubungan Internasional.
o Thomas Hobbes
Hobbes memfokuskan perhatiannya pada politik domestik dan bertujuan untuk mendapatkan otoritas yang kuat secara politik serta terpusat, hal ini disebabkan oleh latar belakang yang dimiliki Hobbes sebagai politikus. Menurut pandangan Hobbes, setiap negara harus sekuat monster laut (leviathan) karena disitulah tempat orang-orang melimpahkan kekuasaan mereka, sehingga negara dan pemerintahan dibentuk untuk mengatur orang-orang dalam dari sifat alami manusia yang cenderung untuk melindungi diri mereka sendiri.
o Machiavelli
Machiavelli mengemukakan pendapatnya mengenai kriteria yang harus dimiliki oleh para pemimpin negara dalam menentukan kebijakan luar negeri. Seorang pemimpin negara harus memiliki power seperti singa serta kelicikan seekor rubah, dengan kekuatan yang dimiliki oleh seekor singa, seorang pemimpin negara dapat mempertahankan atau menyerang negara yang lemah untuk memperluas kekuasaan, hal tersebut ditunjang dengan kelicikan seekor rubah yang biasanya diaplikasikan dalam kegiatan mata-mata serta konspirasi. Yang membedakan Machiavelli dari tokoh-tokoh realis lainnya adalah penekanannya pada kemerdekaan sebagai sesuatu hal yang penting dalam politik. Meskipun demikian, pada dasarnya para tokoh realis memiliki pandangan yang sama, yaitu power, national security, serta state survival. Machiavelli memandang power sebagai faktor yang penting untuk dikembangkan demi tercapainya keamanan. Selain itu, para pemimpin harus memiliki kemampuan untuk mengumpulkan kekuasaan yang bertujuan untuk memenuhi kepentingan pribadi serta kelangsungan hidup negara dan rakyatnya. Machiavelli menekankan pemikirannya pada national security. Dalam beberapa karya yang telah ditulisnya, Machiavelli mengemukakan konsep-konsep seperti balance of power, persekutuan, dan center alliance, Machiavelli juga menyatakan pandangannya mengenai penyebab terjadinya konflik yang terjadi di antara bangsa-bangsa.
o Thucydides
Dalam karyanya’ The Peloponnesian War’, dalam buku ini dibahas mengenai perang Athena dan Sparta yang didalamnya terdapat kisah-kisah kepahlawanan, kekejaman, kekalahan dan kemenangan, serta hal-hal lainnya yang umumnya terjadi di setiap peperangan. Tujuan ditulisnya buku ini adalah untuk menggambarkan sifat alami dari peperangan (the nature of war) serta faktor-faktor yang menyebabkan hal itu terus-menerus terjadi, dia berpendapat bahwa perang terjadi karena adanya ketakutan dalam perubahan balance of power. Selain itu, dalam situasi politik dunia yang anarki, peperangan menjadi sesuatu hal yang tidak dapat terhindarkan. Thucydides mengemukakan pandangannya yang berkaitan dengan power politcs dimana negara yang lemah akan lebih mudah untuk diserang dan dipengaruhi. Sehingga, setiap negara diharuskan untuk memperkuat pertahanannya dan untuk membuat perdamaian itu sendiri tetap berjalan, setiap negara harus mempunyai kekuatan yang seimbang. Thucydides menyumbangkan beberapa konsep seperti persaingan senjata, balance of power, detterence, alliance, diplomasi strategi, serta beberapa persepsi mengenai kekuatan dan kelemahan, pada akhirnya, konsep-konsep tersebut diadaptasi oleh realisme.
Idealisme percaya bahwa ketertiban internasional tidak dapat terjadi dengan sendirinya, melainkan harus dikonstruksi. Salah satu tokoh idealisme adalah J. A. Hobson. Ia berargumen bahwa sumber dari konflik internasional adalah imperialisme. Woodrow Wilson adalah tokoh paling terkenal yang menyarankan kewenangan internasional untuk mengelola hubungan internasional. Menurutnya, perdamaian hanya dapat diwujudkan dan dipertahankan melalui pembentukan institusi internasional untuk mengatur anarki internasional.
Perwujudan dari kewenangan internasional yang disarankan oleh Woodrow Wilson dalam pidatonya, fourteen points speech, adalah pembentukan Liga Bangsa-Bangsa. Hal pokok dari sistem Liga Bangsa-Bangsa adalah collective security, yaitu suatu pengaturan di mana setiap negara dalam sistem menganggap isu keamanan sebagai permasalahan bersama dan setuju untuk melakukan tanggapan kolektif terhadap agresi (Roberts and Kingsburry, 1993:30). Hal ini dapat dibandingkan dengan sistem aliansi di mana sejumlah negara bergabung, biasanya sebagai tanggapan terhadap ancaman eksternal yang bersifat spesifik (dikenal juga dengan sebutan pertahanan kolektif). Fokus lain dari idealisme adalah pendidikan. Studi Hubungan Internasional didirikan pada tahin 1919 untuk pertama kali di Aberystwyth dengan tujuan utama untuk mencegah terjadinya perang.
Idealisme merupakan pendekatan normatif terhadap hubungan internasional, yaitu, kepercayaan bahwa studi Hubungan Internasional haruslah berdasarkan apa yang seharusnya, bukan apa yang sesungguhnya terjadi. Hal ini merupakan pembeda antara idealisme dan liberal institusionalisme.
No comments:
Post a Comment